Seringkali kita mendengar keluhan klasik petani Indonesia, produktivitas hasil panen turun dan biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan penghasilan yang didapat. Ada apa sebenarnya? Bukankah negara kita dikenal dengan sebutan negara agraris?
Ketergantungan pada penggunaan pupuk dan obat-obatan kimia yang semakin mahal harganya menjadikan biaya produksi petani kian meningkat. Awalnya memang menggembirakan. Penggunaan pupuk dan obat-obatan kimia menjadikan hasil panen petani berlipat ganda. Segalanya menjadi serba mudah untuk menyiasati kondisi alam yang tidak bersahabat dengan bantuan zat kimia tesebut.
Tetapi, kita tidak sadar bahwa zat kimia ibarat candu bagi kondisi tanah sebagai tempat tinggal tanaman. Sebagai contoh, pemberian dosis 1x untuk mendapatkan hasil panen 2x, pada jangka waktu tertentu akan menjadi pemberian dosis 2x untuk mendapatkan hasil panen 2x. Karena apa? Zat kimia merusak struktur tanah. Tanah menjadi sakit, sudah tidak ada lagi mikroorganisme hidup di dalamnya yang sebenarnya sangat membantu mempertahankan keseimbangan struktur tanah secara alami.
Lalu, bagaimanakah solusinya? Kembali ke awal. Mulailah mengendalikan penggunaan pupuk dan obat-obatan kimia dengan cara bijaksana. Bila perlu, tinggalkan dan mulai menerapkan kembali pola bercocok tanam nenek moyang kita dahulu dengan teknologi organik untuk meningkatkan produktivitas pertanian.
Salah satu alasan pentingnya pengembangan pertanian organik adalah persoalan kerusakan lahan pertanian yang semakin parah. Penggunaan pupuk kimia yang terus-menerus menjadi penyebab menurunnya kesuburan lahan bila tidak diimbangi dengan penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati.
Untuk beberapa periode panen, tentunya petani harus siap. Karena, poduktivitas hasil pertanian akan turun karena proses pemulihan struktur tanah.
Kadangkala petani kita disesatkan dengan isu bahwa budidaya organik sangat mahal, Pengembangan pada Organik Hijau sudah membuktikan bahwa praktisi petani padi, apabila menerapkan teknik budidaya organik yang tepat dapat menghemat 60% bahkan lebih saprodi (sarana produksi) dengan hasil meningkat baik mutu maupun jumlahnya (padi). Dalam menerapkan pendampingan metoda Organik Hijau untuk dapat mensolusikan masalah didaerah, diharapkan masyarakat/petani dapat melakukan :
- Hasil akhir panen padi-sawah dapat atau diatas 4 ton/hektar dan telah terjadi penghematan biaya (saat ini hasil maksimal budidaya organik SIBUPA dilapangan adalah berkisar 13 ton/hektar)
- Pembuatan pupuk kompos dan mikroba dari bahan-bahan disekitarnya
- Mengembangkan ramuan pengendali hayati, tanaman pengusir, border, penjebak serangga dari sekitarnya
- Semai benih dan teknik penyimpanan benih, sehingga tidak dibutuhkan pembelian benih cukup sekali saja seumur hidupnya
- Metoda panen yang lebih bijak, sehingga lossis kehilangan bulir dan pengetahuan ekologi berkelanjutan
- Membangun jejaring antar sesama petani organik, saling berbagi pengetahuan/kolektip
- Menjadi bank benih padi dan benih holtikultura lainnya
- Mengembangkan manajemen budidaya berkelanjutan dan berkonsep ekologi
- Menjadi peneliti dilahan sendiri
- Kemampuan menerapkan teknik tanpa olah tanah, singgang apabila pengetahuannya dalam berbudidaya organik mencukupi, sehingga penghematan sebesar-besarnya biaya produksi dengan hasil maksimal, selain itu ramah lingkungan dan berkelanjutan
- SQ dan EQ sehingga tidak berubah menjadi sosok petani berorientasi kapital
- Mengarah membangun daerah/desanya dengan konsep jaringan plasma. Desa mandiri mencukupi kebutuhan pangan dan energinya sendiri
Dibawah ini Studi Analisis Budidaya padi dengan metoda SIBUPA di Lumajang Jawa Timur (Ki Balok) :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar